BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
KELAINAN JANTUNG TOF
Tetralogi
Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang
terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian
infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat
defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya,
didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut :
a. Defek
Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel
b. Stenosis
pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik
kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan
penyempitan
c. Aorta
overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang
sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan
d. Hipertrofi
ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal
Gambar
1. Jantung normal dan jantung TOF
Pada
penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan
stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama
besar dengan lubang aorta. Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik paling
banyak yang tejadi pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup dan merupakann kelainan
jantung bawaan nomor 2 yang paling sering terjadi. TF umumnya berkaitan dengan
kelainan jantung lainnya seperti defek septum atrial.
2.2 GAMBARAN KLINIS
Anak
dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :
a. Sesak,
biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau mengedan)
b. Berat
badan bayi tidak bertambah
c. Pertumbuhan
berlangsung lambat
d. Jari
tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers)
e. Sianosis/kebiruan:sianosis
akan muncul saat anak beraktivitas ,makan /menyusui, atau menangis dimana
vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan
menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt). Darah
yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen dimana
percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan
kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.
Anak akan mencoba
mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru dapat
meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang
terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih
banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis
pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi.
2.3
ETIOLOGI
Pada
sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara
pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara
lain :
2.3.1 Faktor endogen
1. Berbagai
jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
2. Anak
yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
2.3.2
Faktor
eksogen
1.
Riwayat kehamilan
ibu : sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum
obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidomide ,dextroamphetamine .aminopterin,amethopterin,
jamu)
2.
Ibu
menderita penyakit infeksi : rubella
3.
Pajanan
terhadap sinar –X
Para
ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan penyakit
jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan
terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh
karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah
selesai.
2.4
PATOFISIOLOGI
Karena pada tetralogi fallot
terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan, maka:
1.
Darah dari aorta berasal dari ventrikel
kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah lubang pada septum, seperti terlihat
dalam gambar, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel.
2.
Arteri pulmonal mengalami stenosis,
sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih
sedikit dari normal; malah darah masuk ke aorta.
3.
Darah dari ventrikel kiri mengalir ke
ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau
langsung ke aorta, mengaabaikan lubang ini.
4. Karena
jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yang
bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi
pembesaran ventrikel kanan.
Kesulitan fisiologis utama akibat
Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak melewati paru sehingga tidak
mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena yang kembali ke jantung dapat
melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta tanpa mengalami oksigenasi.
2.5
KLASIFIKASI/ DERAJAT
TOF dibagi dalam 4 derajat :
1. Derajat
I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
2.
Derajat II : sianosis waktu kerja,
kemampuan kerja kurang
3.
Derajat III : sianosis waktu istirahat.
kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis bertambah, ada dispneu.
4.
Derjat IV : sianosis dan dispneu
istirahat, ada jari tabuh.
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan
laboratorium
Ditemukan adanya
peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan partial
karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan
PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah
mungkin menderita defisiensi besi.
b. Radiologis
Sinar X pada
thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran
jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti
sepatu.
c. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
d. Ekokardiografi
Memperlihatkan
dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke
paru-paru
e. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum ventrikel
multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal
perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen, peningkatan tekanan
ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau rendah.
2.6.1 DIAGNOSIS
Diagnosis
didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
1.
Sianosis, bertambah waktu bangun tidur,
menangis atau sesudah makan.
2.
Dispneu (sesak)
3.
Kelelahan
4.
Gangguan pertumbuhan
5.
Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan)
6.
Dapat terjadi apneu (berhenti nafas 10dtk)
7.
Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
8.
Sering jongkok bila berjalan 20-50
meter, untuk mengurangi dispneu.
9.
Takipnea ( pernafasan cepat dan dangkal
60 hembusan/mnt)
10.
Jari tabuh dengan kuku seperti gelas
arloji
11.
Hipertrofi gingiva bertambah : besarnya
ukuran sel-sel yang terjadi karena bertambahnya fungsi kerja tubuh
12.
Vena jugularis terlihat penuh/menonjol
13.
Jantung :
a. Bising sistolik keras nada rendah pd sela iga
4 line parasternalis kiri/VSD
b.
Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitudo maksimum pada akhir
sistole berakhir dekat S2 pada sela iga 2-3 lps kiri (stenosis pulmonalis).
c. Stenosis pulmonalis ringan : bising kedua
lebih keras dengan amplitude maksimum pada akhir sistole, S2 kembar.
d. Stenosis pulmonalis berat : bising lemah,
terdengar pada permulaan sistole. S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising
kontinyu pada punggung (pembuluh darah kolateral).
14.
Kadang-kadang hepatomegali dengan
hepatojugular reflux.
15.
EKG :
a.
Sumbu
frontal jantung ke kanan,Hvka
b.
Khas untukTOF : transisi tiba-tiba dari kompleks QRS pada V1 dan V2.
c.
PadaV1
QRS hampir seluruhnya positif, pada V2 berbentuk rS
16.
Darah :
a.
Hb
dapat sampai 17 gr%
b.
Haematokrit dapat sampai 50-80 vol%
c.
Kadang-kadang
ada anemia hipokromik relatif.
17.
Radiologis :
a. Paru : gambaran pembuluh darah paru sangat
berkurang, diameter pembuluh darah hilus kecil, tampak cekungan pulmonal
(karena a. pulmonalis dan cabang-cabangnya hipoplasi).
b.
Jantung: arkus aorta 75% di kiri dan 25% di kanan, tampak prominen, besar
jantung normal, apeks jantung agak terangkat ke kranial.
c. Kosta : tampak erosi kosta bila ada sirkulasi
kolateral.
Gambar
2. Rongent foto thorak pada anak laki-lakiumur 8 tahun dengan tetralogy Fallot.
18. Ekokardiografi
:
a. VSD subaortik/subarterial besar, kebanyakan
pirau kanan ke kiri
b.
Over riding aorta < / = 50%
c. Stenosis infundibuler dan valvuler
d. Hipertrofi ventrikel kanan.
e. Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri
Gambar
3. Echocardiogram pada pasien dengan tetralogi Fallot
2.7 TATALAKSANA
Penderita
baru dengan kemungkinan tetralogi Fallot dapat dirawat jalan
bilamana
termasuk derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Penderita
perlu dirawat inap, bila termasuk derajat IV dengan sianosis atau dispneu berat.
2.7.1 Tatalaksana penderita rawat inap :
1.
Mengatasi kegawatan yang ada.
2.
Oksigenasi yang cukup.
3.
Tindakan konservatif.
4.
Tindakan bedah (rujukan) :
a. Operasi
paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total:
dilakukan
pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III dan IV)
b.Koreksi
total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi
infundibulum.
5.
Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
6.
Tatalaksana radang paru kalau ada.
7.
Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis.
2.7.2 Tatalaksana rawat jalan
1. Derajat I :
a. Medikametosa : tidak perlu
- Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi
total dapat dikerjakan kalau BB > 10
kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi
paliatif.
- Kontrol : tiap bulan.
b. Derajat II dan III :
- Medikamentosa ; Propanolol
- Operasi (rujukan) perlu motivasi,
operasi koreksi total dapat dikerjakan kalau
BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan
operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan
- Penderita dinyatakan sembuh bila
: telah dikoreki dengan baik.
2.7.3 Pengobatan
pada serangan sianosis
1.
Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara :
a. Membuat
posisi knee chest atau fetus
b. Ventilasi
yang adekuat
2.
Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau subkutan
3.
Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis
metabolic
4.
Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17
gr/dl
5.
Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan
1-2 mg/kg oral
Tujuan pokok dalam menangani Tetralogi
Fallot adalah koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel dan
pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Umunya koreksi primer dilaksanakan pada
usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya
8 kg. Namun jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif,
yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis,
misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A.
pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1 tahun atau berat badan.
Orang tua dari anak-anak yang menderita
kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang
timbul:
a. Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan.
b.
Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.
c. Mengurangi kecemasan anak dengan tetap
bersikap tenang.
d. Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi
kebutuhannya.
e. Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki
ditekuk ke dada selama serangan sianosis.
2.8
MONITORING
Hal-hal yang perlu di monitor/ pantau pada penderita TOF antara lain :
a. Keadaan umum
b.
Tanda utama
c. Sianosis
d. Gagal jantung
e. Radang paru
f. EKG
g.
Gejala abses otak
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tetralogi Fallot antara lain :
a. Infark serebral (umur < 2 tahun)
b.
Abses serebral (umur > 2 tahun)
c. Polisitemia
d. Anemia defisiensi Fe relatif (Ht < 55%)
e. SBE
f. DC kanan jarang
g.
Perdarahan oleh karena trombositopenia
Catatan
:
a. Abses serebral :
- ToF yang tidak dioperasi merupakan factor predisposisi
penting abses serebri. Kejadian abses serebri berkisar antara 5-18,7% pada penderita
ToF, sering pada anak di atas usia 2 tahun.8 Beberapa pathogen penyebabnya antara
lain Streptococcus milleri, Staphylococcus, dan Haemophilus.9 ToF bisa menyebabkan
abses serebri karena hipoksia, polisitemia, dan hiperviskositas.
- Dampaknya adalah terganggunya
mikrosirkulasi dan menyebabkan terbentuk mikrotrombus, ensefalomalasia fokal,
serta terganggunya permeabilitas sawar darah otak. Meningitis terjadi pada 20%
anak ToF dan septicemia terjadi pada 23% anak ToF.
- Umumnya abses hanya tunggal, bisa ditemukan
abses multiple walaupun jarang. Lokasi tersering di region parietal (55%),
lokasi lain yang sering adalah region frontal dan temporal.
- Abses multiple terutama ditemukan pada anak
luluh imun immunocompromised) dan endokarditis.9-12 Pada abses serebri terjadi
peningkatan tekanan intrakranial yang tidak spesifik, seperti nyeri kepala,
letargi, dan perubahan tingkat kesadaran. Demam jarang ditemukan. Sering muncul
muntah dan kejang pada saat awal terjadinya abses serebri. Makin banyak terbentuk
abses, nyeri kepala dan letargi akan makin menonjol.
- Defisit neurologis fokal seperti
hemiparesis, kejang okal, dan gangguan penglihatan juga dapat muncul. Tanda
lain defisit neurologis adalah papiledema, kelumpuhan nervus II dan VI
menyebabkan diplopia, ptosis, hemiparesis. Perubahan tanda vital yang dapat
terjadi adalah hipertensi, bradikardi, dan kesulitan bernapas. Ruptur abses
dapat terjadi, ditandai dengan perburukan semua gejala.
- Pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah
tepi menemukan leukositosis dan LED meningkat. Untuk menegakkan diagnosis diperlukan
CT-scan kepala atau MRI.
b. Gagal jantung
- sering ditemukan pada penderita ToF yang
tidak menjalani terapi bedah. Umumnya
terjadi pada penderita ToF usia dewasa, juga sering ditemukan pada usia remaja.
Penyebab gagal jantung multifaktorial, biasanya bergantung pada besarnya pirau antara
aorta dan arteri pulmonalis.
- Gagal
jantung juga dapat disebabkan oleh terapi bedah yang tidak tuntas atau
kurang tepat. Beberapa hal yang sering menyebabkan gagal jantung akibat terapi
bedah adalah kerusakan septum ventrikal yang masih tersisa, kerusakan pirau
antara aorta dan arteri pulmonalis, tidak berfungsinya ventrikel kanan,
gangguan otot septum ventrikel, regurgitasi katup pulmonal dan trikuspid,
hipertensi arteri pulmonalis, kerusakan ventrikel kiri karena terganggunya aliran
darah koroner, heart block, dan egurgitasi katup aorta.
- Gagal jantung pada penderita ToF berkaitan
erat dengan disfungsi miokard. Miokard yang terkena tidak hanya di ventrikel
kanan, namun dapat pula di ventrikel kiri akibat hipoksia yang berlangsung
lama. Selain itu gagal jantung bisa akibat polisitemia berat menyebabkan
trombo-emboli, oklusi koroner, berakibat iskemi atau infark miokard yang dapat
mencetuskan gagal jantung.
- Hipoksia berat menyebabkan disfungsi miokard
berat. Kondisi yang sering menyertai terjadinya gagal jantung adalah anemia dan
endokarditis bakterial. Pada kondisi anemia yang berat, gejala gagal jantung
semakin terlihat.
c. Endokarditis
- Kejadian endokarditis paling sering
ditemukan pada ToF di antara semua penyakit jantung bawaan sianotik. Penyebab
tersering adalah streptokokus. Beberapa hal dapat berkaitan dengan terjadinya
endokarditis pada ToF.
- Faktor pertama yang penting adalah struktur
abnormal jantung atau pembuluh darah dengan perbedaan tekanan atau turbulensi bermakna
yang menyebabkan kerusakan endotel, yaitu mikrolesi pada endokardium, dan
pembentukan platelet, fibrin, trombus. Faktor kedua adalah bakteremia.
- Bakteremia dapat terjadi karena
mikroorganisme di dalam darah menempel pada mikrolesi sehingga menimbulkan
proses peradangan selaput endokardium. Gejala klinis endocarditis bervariasi. Demam
pada endokarditis biasanya tidak terlalu tinggi dan lebih dari satu minggu. Anoreksia,
malaise, artralgia, nyeri dada, gagal jantung, splenomegali, petekie, nodul Osler,
Roth spot, lesi Janeway, dan splinter hemorrhage dapat dijumpai. Diagnosis
pasti ditegakkan dengan kultur darah yang positif atau terdapat vegetasi pada
ekokardiografi.
d. Polisitemia dan Sindrom Hiperviskositas
- Polisitemia pada ToF terjadi akibat
hipoksemi kronik karena pirau kanan ke kiri. Hal ini merupakan respons
fisiologis tubuh untuk meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara
menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan eritropoetin ginjal guna meningkatkan
produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis).
- Awalnya, polisitemia menguntungkan
penderita ToF, namun bila hematokrit makin tinggi, viskositas darah akan meningkat
yang dapat mengakibatkan perfusioksigenberkurangsehingga pengangkutan total
oksigen pun berkurang, akibatnya dapat meningkatkan risiko veno- oklusi.
- Gejala hiperviskositas akan muncul jika kadar
hematokrit ≥65% berupa nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri dada, iritabel,
anoreksia, dan dispnea.
BAB
III
PROSES
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian keperawatan
1.
Riwayat kehamilan :
ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan
eksogen yang mempengaruhi).
2.
Riwayat tumbuh
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan
pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai
akibat dari kondisi penyakit.
3.
Riwayat
psikososial/ perkembangan
a.
Kemungkinan
mengalami masalah perkembangan
b.
Mekanisme
koping anak/ keluarga
c.
Pengalaman
hospitalisasi sebelumnya
4.
Pemeriksaan
fisik
a.
Pada
awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah
tumbuh.
b.
Clubbing
finger tampak setelah usia 6 bulan.
c.
Serang
sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,hypoxic spells)
ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan
sampai koma dan kematian.
d.
Anak
akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan
beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan
kembali.
e.
Pada
auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin
melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
f.
Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan
keras.
g.
Bentuk dada bayi
masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran
ventrikel kanan
h.
Ginggiva
hipertrofi,gigi sianotik
5.
Pengetahuan anak dan keluarga :
a.
Pemahaman tentang diagnosis.
b.
Pengetahuan/penerimaan
terhadap prognosis
c.
Regimen
pengobatan
d.
Rencana
perawatan ke depan
e.
Kesiapan
dan kemauan untuk belajar
Tatalaksana pasien
tetralogi fallot
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi
serangan tersebut, antara lain dengan cara :
1.
Posisi lutut ke dada agar aliran darah
ke paru bertambah
2. Morphine sulfat
0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
3. Bikarbonas
natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi
asidosis
4. Oksigen
dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena
permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis
berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan
dengan pemberian :
a)
Propanolo
l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga
seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml
cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum
teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
b)
Ketamin
1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative
5.
penambahan
volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan
sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung,
sehingga aliran darah ke paru bertambah
dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan
selanjutnya
1.
Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat
digunakan untuk serangan sianotik
2.
Bila
ada defisiensi zat besi segera diatasi
3.
Hindari
dehidrasi
3.2
Diagnosa keperawatan
Setelah
pengumpulan data, menganalisa data dan
menentukan diagnosa keperawatan yang
tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat
prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi
keperawatan.
1. Gangguan pertukaran gas
b.d penurunan alian darah ke pulmonal
2. Penurunan kardiak output b.d sirkulasi
yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
3. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis , serangan sianotik
akut)
4. Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq
selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
5. Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan b.d
tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
6. Intoleransi
aktifitas b.d ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen
7. Koping keluarga
tidak efektif b.d kurang
pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
8. Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial
sekunder abses otak, CVA trombosis
Contoh
rencana keperawatan
1. Penurunan
kardiac output b.d sirkulasi
yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
a.
Tujuan : Anak dapat mempertahankan
kardiak output yang adekuat.
b.
Kriteria hasil
Tanda-tanda
vital normal sesuai umur
Tidak
ada : dyspnea, napas cepat dan dalam,sianosis, gelisah/letargi ,
takikardi,mur-mur
Pasien
komposmentis
Akral
hangat
Pulsasi
perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
Capilary refill time
< 3 detik
Urin output 1-2
ml/kgBB/jam
c.
Intervensi
1)
Monitor tanda vital,pulsasi
perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas
dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
2)
Kaji dan catat denyut apikal selama 1 menit penuh
3)
Observasi adanya serangan sianotik
4)
Berikan posisi knee-chest pada anak
5)
Observasi
adanya tanda-tanda penurunan sensori :
letargi,bingung dan disorientasi
6)
Monitor intake dan output secara adekuat
7)
Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi
anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas
8)
Sajikan
makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
9)
Kolaborasi
dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti
disritmia
10)
Kolaborasi
pemberian oksigen
11)
Kolaborasi
pemberian cairan tubuh melalui infus
2.
Intoleransi
aktivitas b.d ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
a.
Tujuan: Anak menunjukan
peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama
dalam batas normal) tidak adanya angina.
b.
Kriteria hasil :
1.
Tanda vital normal sesuai umur
2.
Anak mau berpartisipasi dalam setiap
kegiatan yang dijadwalkan
3.
Anak
mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur
4.
Fatiq dan kelemahan berkurang
5.
Anak dapat tidur dengan lelap
c.
Intervensi
1. Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum,
selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2. Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat
terlebih dahulu.
3. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar.
4. Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang
boleh dilakukan oleh pasien.
5. Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa
aktivitas melebihi batas
6. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah
kemandirian anak sesui dengan indikasi
7. Jadwalkan aktivitas
sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.
3.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan
kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
a.
Tujuan
: anak dapat makan secara adekuat dan
cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan
normal.
b.
Kriteria
hasil :
1. Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
2. Peningkatan toleransi makan.
3. Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
4. Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb
5. Mual muntah tidak ada
6. Anemia tidak ada.
c.
Intervensi
:
1.
Timbang
berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu
yang sama dan dokumentasikan.
2.
Catat
intake dan output secara akurat
3.
Berikan
makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan
aktivitas selama makan ( menggunakan terapi bermain)
4.
Berikan
perawatan mulut untuk meningktakan nafsu
makan anak
5.
Berikan
posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
6.
gunakan
dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan
sendawakan
7.
gunakan
aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan
karena tersedak
8.
berikan
formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan
9.
Batasi
pemberian sodium jika memungkinkan
10. Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan
laboratorium
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Tetralogi Fallot (TOF) adalah
penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan
pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum
intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut
paling sedikit sama besar dengan lubang aorta.
Anak
dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan, sesak ,Berat badan bayi tidak
bertambah, Pertumbuhan berlangsung lambat, Jari tangan seperti tabuh gendering/
gada (clubbing fingers) , Sianosis/kebiruan.
Pada sebagian besar kasus,
penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara pasti. diduga karena
adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor
–faktor tersebut antara lain factor endogen dan eksogen.Pemeriksann dilakukan Pemeriksaan
laboratorium ,Radiologis,
Elektrokardio gram, Ekokardiografi,
Kateterisasi .
Tepatnya penganan dan pemberian asuhan
keperawatan pada anak dengan kelainan jantung bawaan sianotik,tetralogi fallot
sangat menentukan untuk kelansungan hidup anak mengingat masalah yang komplit
yang dapat terjadi pada anak TF bahkan dapat menimbulkan kematian yang
diakibatkan karena hipoksia , syok maupun gagal. Oleh karena itu perawat harus
memiliki keterampilan dan pengetahuan konsep dasar perjalanan penyakit TF yang
baik agar dapat menentukan diagnosa yang tepat bagi anak yang mengalami
tetralogi fallot sehingga angka kesakitan dan kematian dapat ditekan.
4.2 SARAN
1. Mahasiswa
menambah wawasan lebih luas lagi tentang Kelainan jantung bawaan terutama TOF.
2. Mahasiswa
harus bisa melakukan asuhan keperawatan terhadap kelainan jantung bawaan
terutama pada kasus TOF
DAFTAR PUSTAKA
A.H Markum,1991,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak,jilid
1,Jakarta,Fakultas kedokteran UI
Bambang M,Sri endah R,Rubian S,2005,Penanganan Penyakit Jantung pada Bayi dan
Anak
Carpenito J.Lynda, 2001,Diagnosa Keperawatan, edisi 8,Jakarta, EGC Doengoes , Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 3 EGC. Jakarta
Webmaster.TetralogiFallot.Diunduhdari: http:// medicastore
.com / penyakit / 899/Tetralogi_Fallot.html. Perbaharuan terakhir: 2009.
keperawatan-asuhan- keperawatan-pada-klien (12 April 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar